Minggu, 12 Oktober 2014

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

A. SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA

Sebelum jauh membahas mengenai ejaan yang disempurnakan saya akan menjelaskan perkembangan sejarah ejaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan sejarah perkembangan ejaan, Bahasa Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan, antara lain:
1. Ejaan Van Ophuysen

Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuysen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuysen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut:

1. Huruf y ditulis j, seperti kata-kata jang, pajah, sajang;
2. Huruf u ditulis oe, seperti kata-kata goeroe, itoe, oemoer;
3. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.

2. Ejaan Suwandi

Penggagas Ejaan Soewandi adalah Suwandi. Karena itulah dalam sejarah bahasa, namanya dibicarakan orang sebagai salah satu tokoh yang pernah menentukan tonggak perkembangan bahasa Indonesia.

Sebagai ketentuan ejaan Bahasa Indonesia, Ejaan Soewandi diberlakukan pada 17 Maret 1947. Kala itu, kemunculannya untuk menggantikan Ejaan Van Ophuijsen yang digunakan sejak 1901. Beberapa contoh ejaan yang membedakan Ejaan Soewandi dengan Ejaan Van Ophuijsen ialah:

1. Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroeguru.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
4. Awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' yang menunjukkan kata keterangan tempat pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' yang menunjukkan kata kerja pada dibeli, dimakan.

3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

2. SEJARAH EYD

Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

4. HAL-HAL YANG DIATUR DALAM EYD

Ada beberapa hal yang diatur dalam EYD, antara lain:

1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Kapital Atau Huruf Besar
+ Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan nama kitab suci, termasuk ganti untuk Tuhan.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa-bangsa dan bahasa. Perlu diingat, posisi tengah kalimat, yang dituliskan dengan huruf kapital hanya huruf pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa, sedangkan huruf pertama kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil. 
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama resmi badan/ lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf kapital setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan/ lembaga.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam penulisan nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuK yang tidak terletak pada posisi awal.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti Bapak, Ibu,   Saudara, Kakak, Adik, Paman, yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. 
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
+ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

b. Huruf Miring
+ Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
+ Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
+ Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.

2. Penulisan Kata
a. Penulisan Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
Dia berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
Cincin itu terbuat dari emas.

Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.

Catatan:
Kata di- yang bertindak sebagai imbuhan, ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: dijual
Imbuhan di- dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
di-PHK
di-upgrade

b. Penulisan Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.

Kata-kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku

c. Penulisan Partikel 
a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?

b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di tempat itu.

Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki-laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.

c. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
Harga kain itu Rp50.000,00 per helai
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.

3. Penulisan Tanda Baca
a. Tanda titik
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. 2. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. 3. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan. 4. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum.
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu. 6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
7. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. 8. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
9. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
10. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

b.Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. 2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang berikutnya,
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. 3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat. 4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat.
5. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat. 6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. 7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan..
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. 9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. 10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. 12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. 13. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat..

c. Tanda Titik Koma (;) 

1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. 

2. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

d. Tanda Titik Dua (:)
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian
.2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. 3. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. 4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan.
5. Tanda titik dua dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding).
6. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan

e. Tanda Hubung (-)

1. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
2. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
3. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:ber-evolusi dengan be-revolusi.
4. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan -an, (d) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (e) nama jabatan rangkap.
5. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

f.  Tanda Pisah (–)   
                                                                                         
g.  Tanda Elipsis (...)

h. Tanda Tanya (?)

i. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.

j. Tanda Kurung ((...))
1. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. 4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.

k. Tanda Kurung Siku ([...])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

l.  Tanda Petik ("...")
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. 2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. 3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. 4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

m.  Tanda Petik Tunggal ('...')
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. 2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan

n. Tanda Garis Miring (/)

1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. 2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata tiap, per atau sebagai tanda bagi dalam pecahan dan rumus matematika. 3. Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai sebagai pengganti kata atau.

o. Tanda Penyingkat (Apostrof)(')

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

4. Penulisan Singkatan Atau Akronim
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Sedangkan akronim, ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

Khusus untuk pembentukan akronim, hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut.
  1. Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
  2. Akronim dibentuk dengn mengindahkan keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
Pedoman pembentukan singkatan dan akronim diatur dalam Keputusan Mendikbud RI Nomor 0543a/U/198, tanggal 9 September 1987 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

5. Penulisan Angka Dan Lambang Bilangan
Bilangan  dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
-  Angka Arab   : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
-  Angka Romawi  : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),
M (1000), V (5.000).

Aturan  penulisan  angka  dan  lambang  bilangan  dalam  Ejaan  Yang Disempurnakan (EYD), yaitu:
a. Bilangan di dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
Misalnya:
-  Deni menonton drama itu sampai tiga kali.
-  Koleksi Perpustakaan di Undiksha mencapai satu juta buku.
-  Di antara 50 anggota yang hadir dalam rapat itu 40 orang setuju, dan 10 orang tidak setuju dengan argumen Deni.

b.  Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
-   Panitia mengundang 250 orang peserta dalam seminar itu (bukan 250
orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu).
-  Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.

c.  Angka  yang  menunjukkan  bilangan  utuh  besar  dapat  dieja  sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
-  Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10
triliun.
-  Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.

d.  Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
-  0,5 sentimeter
-  Tahun 1928
-  10 liter
-  17 Agustus 1945
-  Rp2.000,00

e.  Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen atau kamar.
Misalnya:
-  Jalan Pulau Buton II No. 5
-  Apartemen No. 7
-  Kamar No. 9

f.  Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
-  Bab X
-  Pasal 8
-  Halaman 78

g.  Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Misalnya:
-  Bilangan utuh: dua belas (12), tiga puluh (30), dll.
-  Bilangan pecahan: setengah (½), tiga perempat(¾), satu persen (1%),
dll.

h  Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
-  Pada awal abad XX  (angka Romawi kapital).
-  Pada abad ke-20 ini (angka Arab).
-   Di tingkat kedua gedung itu (huruf).

i  Penulisan bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara berikut. 
Misalnya:
-   Lima lembar uang 1.000-an (Lima lembar uang seribuan).
-  Tahun1950-an (Tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)

j.  Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan  huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
Misalnya:
-  Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
-  Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.

k.  Jika  bilangan  dilambangkan  dengan  angka  dan    huruf,  penulisannya
harus tepat.
Misalnya:
-  Bukti pembelian  barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
-  Dia  membeli  uang  dolar  Amerika  Serikat  sebanyak $5,000.00 (lima
ribu dolar).

Catatan:
1.  Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan
atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
2.  Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
3.  Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum BAB I
dalam naskah dan buku.

6. Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan de l'homme par l'homme. Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal itu, diusahakan ejaannya disesuaikan dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga agar bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Catatan:
1.      Unsur serapan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya:
bengkel, kabar, nalar, paham, perlu, sirsak

2.      Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang dipaparkan di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus. Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, di bawah ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.

 SUMBER:

1 komentar: