Rabu, 26 Maret 2014

Seperti Tradisi Harga Sembako Naik Ketika Puasa Hingga Lebaran

Sudah menjadi sebuah tradisi jika harga sembako melonjak naik ketika menjelang maupun pasca perayaan hari raya besar Hari Raya Iedul Fitri 1 Syawal. Seperti tak asing lagi setiap kali menjelang maupun pasca perayaan Hari Raya Iedul Fitri 1 Syawal hampir seluruh harga sembako melonjak naik tak kira-kira bahkan sudah terjadi saat bulan Ramadhan.
Contohnya saja seperti yang saya kutip dari beritamanado.com, pasca perayaan hari raya Idul Fitri 1433 H, harga sejumlah kebutuhan bahan pokok di pasar tradisional di Kota Manado, Sulawesi Utara terus mengalami peningkatan (meningkat). Hal ini berdasarkan pantauan BeritaManado.com, dikarenakan masih belum adanya petani yang melakukan aktivitas perkebunan.

Dilain pihak, faktor cuaca juga turut mempengaruhi para petani. Ditambah lagi permintaan sejumlah komoditas, terutama memenuhi kebutuhan warga menjelang lebaran ketupat yang begitu meningkatkan daya beli masyarakat.

Saat dilakukan pemantauan dilapangan, khususnya di pasar Bersehati, yang berada di Kota Manado Utara, kegiatan jual-beli dipasar ini sudah mulai meningkat pasca lebaran. Misalnya, bawang merah yang naik harga, dari harga awal Rp. 14.000 (empat belas ribu) per kilo, setelah hari raya naik menjadi Rp. 16.000 (enam belas ribu rupiah). Begitu pun dengan cabe rawit, dari Rp. 40.000 per kilo, menjadi 70.000 per kilogram.

http://suarabanyuurip.com/data/foto/2013/04/02/15/34/1953/1953_600x600.jpg

Sementara cabe kering, dari harga Rp. 20.000, naik menjadi Rp. 34.000 per kilo, lemon ikan harga sebelumnya Rp 15.000 per kilo mengalami kenaikan sehingga menjadi Rp. 24.000 per kilo. Menurut salah seorang pedagang yang berjualan di pasar Bersehati, Fikram, naiknya harga komoditi sembako diakibatkan belum bekerjanya para petani.

Menurut setneg.go.id (portal resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia) keadaan ini disebabkan beberapa hal, antara lain:

Pertama, karena prilaku konsumtif. Menyambut bulan puasa dan menjelang hari raya, masyarakat cenderung membeli barang kebutuhan pokok dalam jumlah besar, baik untuk langsung dikonsumsi maupun untuk stok keluarganya. Inilah yang menyebabkan terjadinya shock demand sehingga direspon oleh pasar dengan meningkatkan harga. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8GhzB3nsyM9dTnZXI7J1BonpitHwaFaiG8sq6zWfKkJ6I6jTnPPga4yqz3ssdeBLO3DhI3BxoXSRIzu6eK_bW7Dy_fmYmsarKITvn5VoW7ycu5RZ8w7oZELl5jJNceRfBsodv0WKgzC66/s1600/belanja.jpg

Kedua, kelangkaan barang. Pada saat bulan puasa dan menjelang Idul Fitri, seringkali barang-barang, terutama komoditi pokok menghilang dari pasaran. Sehingga barang-barang sulit untuk dicari dan menjadi barang langka. Kelangkaan/ketiadaan barang di pasaran akan menjadi penyebab dari naiknya harga barang tersebut, karena terjadi ketidakseimbangan (inequilibrium) antara permintaan barang dan penawaran barang. Adakalanya kejadian seperti ini disebabkan oleh faktor alami dan ada pula terjadi karena faktor buatan (ulah manusia).

Ketiga, masalah distribusi. Distribusi barang dari daerah penghasil (produsen) ke daerah pengguna (konsumen) berkaitan erat dengan sarana dan prasarana transportasi. Jauh-dekatnya jarak dan baik-buruknya kondisi jalan dapat berpengaruh atas penentuan harga barang di pasar. Tinggi-rendahnya retribusi jalan, harga/tarif tol dan harga BBM juga menjadi bagian yang menentukan harga barang yang harus ditanggung konsumen. Semua elemen tersebut kemudian mampu mempengaruhi lancar atau tidaknya distribusi barang dari daerah produsen ke daerah konsumen. Menjelang hari raya Idul Fitri, bukanlah hal yang aneh lagi masyarakat Indonesia apabila kondisi transportasi menjadi tersendat-sendat, karena terjadi peningkatan aktivitas transportasi akibat meningkatnya mobilitas masyarakat dari satu tempat ke tempat yang lain.

Namun menurut berdikarionline.com, ada dua cara efektif yang bisa mengatasi permasalahan ini. Pertama, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol harga sembako. Langkah ini penting untuk melawan aksi spekulasi dan penimbunan.

Kedua, pemerintah bisa menciptakan toko-toko atau pasar khusus sembako dengan harga normal. Berbeda dengan operasi pasar yang sifatnya temporer dan jangkauannya terbatas, toko-toko sembako ini di tiap-tiap teritori dengan prioritas warga miskin. Hanya saja, sebelum membangun toko sembako murah ini, pemerintah harus punya stok atau tempat penyimpanan sembako yang memadai. Toko-toko sembako ini menggandeng Bulog dan BUMN di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.

Memang sudah sepatutnya hal ini seharusnya tidaklah menjadi seperti tradisi yang setiap tahunnya seperti harus selalu terjadi. Pemerintah tidak boleh lagi berpangku tangan dan harus mampu mencarikan dan memberikan solusi terbaik untuk mengatasi hal ini agar tidak selalu meresahkan masyarakat.

Terobosan dari pemerintah sangat diperlukan. Tidak sekedar dengan operasi pasar. Dalam banyak kasus, operasi pasar tidak begitu efektif. Selain sifatnya yang temporer, operasi pasar juga hanya menjangkau segmen kecil dari masyarakat. Akibatnya, operasi pasar terkadang tidak begitu efektif menahan laju kenaikan harga dan memastikan ketersediaan sembako yang bisa dijangkau rakyat.

Dan tidaklah hanya pemerintah sajalah yang harus mampu mengatasi hal tersebut, melainkan dari masing-masing individu masyarakat itu sendiri, karena seperti yang sudah dijelaskan diatas perilaku konsumtif dari masyarakat juga merupakan salah satu penyebab dari masalah yang sulit ini. Dan yang sangatlah perlu diingat salah satu penyebab lainnya juga adalah kelangkaan barang yang juga bisa disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.

REFERENSI:






 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar